Google Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minggu, 11 Maret 2012

Saya

Pagi ini, saya terpikirkan oleh berbagai hal yang saya alami selama ini. Tidak banyak, sedikit saja, tetapi yang benar benar telah membuat saya merasa sangat terbuang, membuat saya merasa sangat terkucilkan dari lingkungan, atau juga membuat saya sangat dibodohi oleh kenyataan palsu yang dibuat seakan-akan terjadi.
Sebut saja seseorang yang selama sekian tahun belakangan menemani saya, membuat cerita bersama, membuat kenangan bersama, membuat berbagai skema hidup ini menjadi terlihat lebih menarik. Di balik itu semua, ada satu atau mungkin lebih cerita yang ia buat palsu untuk menutupi sebuah kehidupannya. Sebuah cerita yang sangat tidak ber logika, tetapi seolah-olah cerita itu benar adanya, dengan latar belakang dan alur cerita yang seperti nyata. Sampai sekarang pun, saya harus berpura-pura percaya tentang semua itu. Maaf, di dalam hati yang paling dalam saya tidak percaya dengan ceritanya. Cerita yang penuh dengan kepalsuan demi mendapatkan sebuah citra yang baik. Sebuah cerita yang saat di tanyakan kebenarannya tetapi malah menjadi sebuah kepalsuan yang sangat palsu, dan terdengar bodoh untuk di dengar. Saya tidak percaya, seandainya saja dia bercerita seperti adanya, mungkin tidak akan seperti itu akhirnya akhir dari sebuah cerita kita. Mungkin akan lebih romantis dari cerita Romeo dan Juliet.

Lain lagi dengan seseorang yang berbicara seperti layaknya seorang calon pemimpin negeri, dengan bualannya yang manis dan membuat semua orang terkagum padanya sehingga terlena dan percaya dan memilihnya sebagai pemimpin. Tidak ada kah hal yang pantas di ceritakan selain menjatuhkan? Seperti sebuah rantai makanan yang saling memakan untuk bertahan hidup, selalu mengadu domba sana-sini untuk mendapatkan sebuah kharisma yang menarik, atau wibawa yang tak ada tandingannya seperti bung Karno. Bergunjing sana-sini untuk mendapatkan sebuah popularitas, atau hanya untuk mempererat tali persaudaraan demi memutus tali persaudaraan lain. Pernahkan sedikit saja terlintas dalam benak nya akibat dari ucapannya? Dengan membuka sebuah aib orang lain dia nyanyikan lagu tentang kemunafikan.  Pantaskah seperti itu?
Selama ini saya tidak menutup mata, tidak juga tidak menutup telinga menyaksikan ini semua. Tetapi saya diam, saya diam menyaksikan sebuah pembunuhan karakter seseorang yang saya sebut saya. Saya diam melihat pembunuhan karakter saya. Karna saya hanya bisa diam, saya tidak ikut bermain, karna saya tau itu bukan permainan biasa, permainan yang saling menjatuhkan dan merugikan.
Tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Tuhan, semua manusia pernah berbuat salah, pernah berbuat tidak sepantasnya. Tapi apa perlu hal seperti itu di perbincangkan? Menjadi sebuah topik pembicaraan yang hangat sembari di temani kopi dan kretek? Saya dengar, saya mendengar. Tetapi saya diam, seolah-olah saya tahu bahwa saya sedang tidak di perbincangkan. Yang pada akhirnya sebuah karakter dari saya terbunuh, menjadikan karakter saya sebagai seorang pengganggu.
Tetapi saya tetaplah saya, yang masih menjalani hidup dengan cara saya, dengan aturan hidup saya, hingga  akhirnya saya terdidik untuk memahami  mana yang pantas di tertawakan dan mana yang harus di tentang sampai mati.

Salam,

Saya


“Mereka yang pernah kalah, belum tentu menyerah”.
(Iwan Fals - Orang-Orang Kalah - album Kantata Takwa 1990)