Google Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Selasa, 13 Maret 2012

Negara Dunia Ketiga

Istilah-istilah subyektif Dunia Pertama, Dunia Kedua, dan Dunia Ketiga, dapat dipergunakan untuk membagi negara-negara di muka bumi ke dalam tiga kategori yang luas. Dunia Ketiga adalah istilah yang pertama kali diciptakan pada 1952 oleh seorang demografer Perancis Alfred Sauvy untuk membedakan negara-negara yang tidak bersekutu dengan Blok Barat ataupun Blok Soviet pada masa Perang Dingin. Namun sekarang ini istilah ini sering dipergunakan untuk merujuk negara-negara yang mempunyai Indeks Pengembangan Manusia PBB (IPM), terlepas dari status politik mereka (artinya bahwa Republik Rakyat Cina, Rusia dan Brasil, yang semuanya saling bersekutu dengan erat selama Perang Dingin, seringkali disebut Dunia Ketiga). Namun, tidak ada definisi yang obyektif tentang Dunia Ketiga atau "negara Dunia Ketiga" dan penggunaan istilahnya tetap lazim.
Sebagian orang di lingkungan akademis menganggap istilah ini sudah kuno, kolonialis, diskriminatif dan tidak akurat. Namun ternyata istilah ini tetap dipergunakan. Pada umumnya, negara-negara Dunia Ketiga bukanlah negara-negara industri atau yang maju dari segi teknologi seperti negara-negara OECD, dan karena itu di lingkungan akademis digunakanlah istilah yang lebih tepat secara politis, yaitu "negara berkembang".
Istilah-istilah seperti Selatan yang Global, negara-negara yang kurang makmur, negara berkembang, negara yang paling kurang maju dan Dunia Mayoritas telah semakin populer di kalangan-kalangan yang menganggap istilah "Dunia Ketiga" mengandung konotasi yang menghina atau ketinggalan zaman. Para aktivis pembangunan juga menyebutnya Dua Pertiga Dunia (karena dua pertiga dunia tertinggal di dalam pembangunan) dan Selatan. Istilah Dunia Ketiga juga tidak disukai karena istilah ini menyiratkan pengertian yang keliru bahwa negara-negara tersebut bukanlah bagian dari sistem ekonomi global. Sebagian orang mengklaim bahwa ketertinggalan Afrika, Asia dan Amerika Latin pada masa Perang Dingin dipengaruhi, atau bahkan disebabkan oleh manuver-manuver ekonomi, politik, dan militer pada masa Perang Dingin yang dilakukan oleh negara-negara yang paling kuat saat itu.
Istilah Dunia Keempat (yang merujuk kepada negara-negara yang paling kurang maju) digunakan oleh sejumlah penulis untuk menggambarkan negara-negara Dunia Ketiga yang termiskin, yakni mereka yang tidak memiliki infrastruktur industri dan sarana untuk membangunnya. Namun yang lebih lazim lagi istilah ini digunakan untuk menggambarkan paar penduduk pribumi atau kelompok-kelompok minoritas tertindas lainnya di lingkungan negara-negara Dunia Pertama.


Perspektif “Negara Dunia Ketiga”

Histori
Hampir semua negara di Asia dan Afrika pernah dijajah oleh kekuatan kolonial Eropa Barat, bukan hanya Inggris dan Perancis, tetapi juga Belgia, Belanda, Jerman, Portugal dan Spanyol. Selanjutnya, struktur perekonomian, pendidikan dan lembaga-lembaga soaial yang ada di negara-negara jajahan tersebut biasanya dibentuk oleh bekas negara penjajahnya. Tentu saja pertimbangan utamanya adalah kepentingan si penjajah sendiri bukannya negara berkembang yang terjajah. Sebagai akibatnya, struktur warisan kolonial biasanya tidak sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan khas dari negara berkembang itu sendiri. Banyak contoh kasus yang menunjukkan jika penjajahan yang dilakukan sekian puluh yang lalu oleh negara-negara barat masih saja meninggalkan bekas-bekas yang menyulitkan banyak negara berkembang dalam upaya mereka untuk memusatkan perhatian pada pembangunan.

Kultural
Kebudayaan sebagai bentuk manifestasi dari kemampuan manusia dalam berpikir dan bertindak memunculkan konstruksi peradaban manusia itu sendiri. Peradaban dan kebudayaan itu sendiri kemudian seperti pabrik besar pencetak generasi selanjutnya yang kurang lebih memiliki karakteristik seperti generasi sebelumnya. Tidak terlepas dari perspektif pertama, maka kemudian kebudayaan dan peradaban inti negara dunia ketiga yang pernah tercerabut akibat adanya penjajahan menimbulkan disorientasi arah dan kebingungan. Pertama, hal ini dikibatkan pola pikir materiil yang hinggap di masyarakat dunia ketiga akibat proses penjajahan. Perlu ditekankan bahwa seluruh proses penjajahan yang terjadi pada negara dunia ketiga semuanya memang berkaitan dengan kepentingan penjajah dalam hal materiil (bahan mentah dan budak). Sehingga maksud keberadaan masyarakat dunia ketiga saat itu diset untuk memenuhi kebutuhan negara penjajah. Kemudian kemampuan berpikir dan bertindak masyarakat pun diarahkan menuju maksud tersebut. Bahkan pengekangan terhadap perkembangan pemikiran pun timbul sebagai bentuk pengekalan proses penjajahan. Proses penjajahan itu akhirnya menghilangkan jati diri negara dunia ketiga. Sehingga sampai saat ini negara dunia ketiga masih disibukkan oleh permasalah kultural yang membatasi mereka untuk berkembang.

Politik
Dalam menguraikan pembangunan sebagai proses sistematis tidak dapat dilepaskan dari kebijakan-kebijakan pemerintah negara dunia ketiga. Hendaknya politik ini tidak diartikan sesempit kalimat diatas, namun politik ini hendaknya diartikan secara luas sebagai manifestasi-manifestasi keinginan masyarakat negara dunia ketiga yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk struktural beserta perangkat perilakunya guna mencapai pembangunan yang diharapkan. Pada saat ini di negara dunia ketiga manifestasi-manifestasi keinginan tersebut tidak selaras dengan bentuk-bentuk struktural dan perangkat perilakunya. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh dua perspektif diatas. Sehingga ketiga perspektif ini saling mempengaruhi satu sama lain.
Sekarang hal yang paling mempengaruhi dalam konteks pembangunan adalah masalah seberapa kuat keinginan negara dunia ketiga untuk maju dan berkembang. Tanpa mengesampingkan faktor luar yang dapat mempengaruhi perkembangan negara dunia ketiga, mereka harus menyadari bagaimana dunia ini bekerja dan mengoptimalkan kapabilitasnya dalam mengambil kesempatan untuk maju dan berkembang. Sehingga masyarakat dunia ketiga tidak larut dalam kondisi menyalahkan histori ataupun negara-negara maju.
Untuk mengetahui bagaimana dunia ini bekerja, maka kita dapat menganalisis dengan menggunakan pendekatan teori pembangunan berdasarkan bidang ekonomi. Ada beberapa teori pembangunan yang dikembangkan, namun secara garis dapat kita bagi menjadi 3 yaitu teori siklus, teori ketergantungan, dan teori pasar. Teori siklus menjelaskan bahwa perkembangan suatu negara memang merupakan urutan tahap-tahap perkembangan. Jadi jika suatu negara ingin maju dan berkembang maka ada tahap-tahap tertentu yang harus mereka lewati, dan sebagai dasar penyusunan tahap-tahap ini adalah proses yang telah dilalui oleh negara-negara maju. Kemudian teori ketergantungan menjelaskan bahwa perkembangan suatu negara dunia ketiga sangat tergantung kepada pola negara-negara maju baik yang telah dilakukan ataupun yang akan dilakukan. Teori ini muncul sebagai bentuk ketidakpuasan atas dominasi dan perkembangan negara-negara maju yang bertolak belakang dengan penurunan kualitas hidup negara-negara dunia ketiga. Teori ketiga menjelaskan bahwa mekanisme pasar dapat ikut serta mempercepat proses pembangunan, hal ini dikarenakan adanya percepatan pertumbuhan aktivitas ekonomi yang disertai dengan peningkatan pendapatan, perbaikan produktivitas dan pemerataan pembangunan. Teori ketiga ini merupakan teori yang saat ini banyak dikembangkan oleh negara-negara maju. Pemahaman yang benar atas ketiganya sangat penting sebagai dasar pijakan konsep pemikiran kita dalam menstrukturkan bagaimana dunia ini bekerja. Beberapa konsep dasar yang penting adalah: manusia itu tidak pernah lepas dari kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan, kemudian manusia itu pada dasarnya berbeda, selanjutnya manusia itu tidak pernah puas (bisa kita lihat satu-satunya konsep yang bertentangan dengan hal-hal tersebut adalah agama). Oleh karena itu ketiga teori tersebut bisa kita katakan benar dalam satu hal, namun salah dalam hal lain. Sebagai contoh teori pasar, dalam hal ini banyak negara dunia ketiga yang telah membuka gerbang pasar, investasi dan liberalisasi namun kondisi keterpurukan tetap sulit untuk diubah karena ternyata mekanisme pasar yang ada tidak terlalu menguntungkan negara tersebut malahan menguntungkan negara maju. Kemudian teori kedua sulit dijelaskan secara ilmiah karena memang lebih berdasarkan kepada ideologi dan pemikiran kontraposisi negara dunia ketiga. Sedangkan untuk teori pertama, lupa untuk memperhatikan perbedaan karakteristik tiap-tiap negara karena perkembangan bersifat unik. Namun jika ketiga dirangkum dalam satu kesimpulan maka kita akan melihat sebuah pendekatan holistik atas mekanisme dunia saat ini.

Disequlibrium theory
Pendekatan holistik ini akan kita sebut sebagai teori disequilibrium. Salah satu dasar dari teori ini adalah keadaan dunia memang seimbang dengan ketidakseimbangannya. Artinya konsep dualisme adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat ditolak. Sehingga konsep superioritas dan inferioritas akan selalu melekat dalam sejarah peradaban manusia. Teori-teori yang ada memang sanggup untuk menjelaskan kemajuan beberapa negara dan keterpurukan negara-negara di sisi lain, namun ketiganya tidak sanggup untuk menginisialisasi sebuah konsep perubahan ke arah yang lebih baik bagi semua pihak. Teori disequilibrium ini mencoba untuk menjelaskan bahwa kondisi seperti saat ini tidak berubah sampai kapanpun. Perubahan ada, namun hanya seperti sekedar pergiliran peran dimana alur dan inti ceritanya masih sama. Kondisi diequilibrium ini muncul akibat pola pikir materiil, hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan bahwa materi itu tetap sehingga jika ada yang berlebih maka akan ada yang berkekurangan. Oleh karena itu berdasarkan teori disequilibrium, kondisi equilibrium hanya bisa didekati (tidak bisa diwujudkan) dengan pendekatan pola pikir non-materiil. Sebagai contoh, investasi asing di negara-negara dunia ketiga memang tidak didasari oleh keinginan investor untuk meningkatkan taraf hidup pendudukk negara dunia ketiga. Tetapi lebih kepada perhitungan keuntungan yang akan didapatkan dari penanaman modal. Hal ini semakin jelas karena kesenjangan antara kedua golongan tersebut setiap hari semakin tajam. Dengan meningkatnya keuntungan, maka ada beberapa hal lain yang pada dasarnya akan berkurang. Salah satu contohnya adalah upah ataupun jaminan kesehatan bagi karyawan. Jadi jelas bahwa saat ini diperlukan perubahan pandangan terhadap arti dari kemajuan. Dualistik dalam kehidupan seharusnya benar-benar membuat kita sadar bahwa kehidupan yang lebih baik itu tidak dapat lagi kita sandarkan kepada pooa pikir materiil. Konsep disequilibrium pada akhirnya diharapkan bisa meyakinkan bahwa perubahan bisa terjadi apabila semua pihak mulai memikirkan kepentingan bersama. Sebagai contoh, kondisi keterpurukan di sebuah negara dunia ketiga haruslah dianggap sebagai permasalahan bersama. Kenapa? Karena erat kaitannya dengan kemajuan yang dialami oleh negara maju. Penjelasan logis atas teori ketergantungan bukan lagi menjadi teori yang konspiratif karena dengan sangat jelas dengan sengaja atau tidak kemajuan yang dialami suatu negara akan disertai juga dengan kemunduran negara lain. Oleh karena itu teori disequilibrium menganjurkan kepada semua negara maju untuk sesegera mungkin mengubah pola kebijakan luar negeri mereka menjadi pola yang berpihak kepada perkembangan bersama. Dan teori disequilibrium menganjurkan kepada negara dunia ketiga untuk menyadari penuh bahwa landasan pembangunan berdasarkan pola pikir materiil tidak akan membawa negara mereka kepada kondisi ideal yang dicita-citakan.
Jadi sebenarnya teori disequilibrium ini hanyalah kesimpulan pokok dari semua teori yang ada. Hampir semua teori yang ada itu memiliki nilai kebenaran dalam perspektif tertentu. Namun ada hal lain yang memang sifatnya sedikit absurd yang hilang dalam proses kematangan peradaban manusia. Teori disequilibrium ini hanya ingin mencoba menjelaskan bahwa ketidakseimbangan yang terjadi ini memang berdasarkan pada karakteristik kehidupan. Wajar jika kondisi dunia seperti saat ini karena negara-negara maju dengan pola pikirnya masing-masing tetap ingin mempertahankan kondisi disequilibrium agar tetap menguntungkan mereka. Opini ini mungkin hanya sekedar asumsi belaka, namun semua kekakacauan di dunia tidak akan pernah hilang saat kita semua tidak mau mengerti dan menerima karakteristik kehidupan. Jadi suatu saat nanti, titik disequilibrium akan bergeser dan mulai menguntungkan negara dunia ketiga, namun tetap kekacauan tidak akan pernah berhenti. Kecuali negara dunia ketiga dapat mempelajari bagaimana dunia ini bekerja dan menjadi bijak karenanya.
Indonesia, sebagai salah satu negara dunia ketiga yang saat ini mengalami keterpurukan di segala segi tidak terlepas dari kondisi internasional yang terkadang dapat mebuat Indonesia semakin jatuh terperosok. Pola kebijakan internasional yang ada saat ini memang tidak didasarkan pada pengetahuan tentang kondisi disequilibrium ini. Sehingga semua negara berlomba-lomba menggapai gelar negara maju dengan cara apapun. Mungkin dalam titik disequilibrium, Indonesia masih terletak didalam zona kritikal. Grafik disequilibrium ini memang seperti grafi keseimbangan, yaitu jika salah satu naik maka ada titik lain yang akan turun. Saat ini ada dua pilihan bagi Indonesia jika ingin maju dan berkembang, berdasarkan tori disequilibrium. Pertama, Indonesia dapat mempelajari bagaimana perpindahan titik ini bisa terjadi tanpa menghiraukan dampaknya sehingga kemajuan dan perkembangan dapat dirasakan masyarakat Indonesia. Dengan pilihan ini Indonesia akan benar-benar menjadi negara maju lainnya, dalam arti seperti negara maju saat ini yang tidak menghiraukan arti kemajuan dia sebagai sebab kemunduran di negara lain. Kedua, Indonesia mengusahakan perpindahan titik disequilibrium namun menyadari penuh akibat yang akan ditimbulkan, sehingga dalam pola kebijakan politik luar negerinya Indonesia menempatkan diri sebagai negara maju yang berpihak pada kepentingan seluruh umat manusia. Sehingga Indonesia diharapkan dapat menjadi penggagas reorientasi dari semua kelembagaan internasional yang ada saat ini untuk memperbaiki cara pandang dan pola pikir baru terhadap arti dari kemajuan peradaban umat manusia.

Mungkin, sudah sewajarnya mulai dari detik ini kita selalau waspada terhadap pembangunan di negara kita. Jangan sampai pembangunan di negara kita ini hanyalah skenario dari negara maju untuk menguras seluruh potensi ekonomi kita. Jangan sampai juga sisi-sisi kemanusiaan di kesampingkan dalam pembagunan, sehingga manusia di negara kita hanya dijadikan alat yang hanya bisa bekerja layaknya mesin, bekerja terus menurus tanpa dan berada dalam posisi lemah/tidak memiliki daya tawar (bargaining power).

di sadur dari berbagai sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Dunia_Ketiga
http://otakkurusak.wordpress.com/2008/07/30/pembangunan-indonesia-bangkitnya-negara-dunia-ketiga/
http://www.jelajahbudaya.com/opini/modernisasi-di-negara-dunia-ke-3.html
gambar:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj28phxw8pFN9IP8X_jDAS9IhdVE1UaU6Y8S2X0df4jz6-bmn1TGNXeCRqNNzsgmY3W0kguOMZ53AtEMwqGoiAHKc3ym05uEdDy4FzbHCmrhF6Ts038akEDkXjeZKuAdWSSFVnpDJR2gNIV/s1600/Peta+Negara+Dunia+Pertama+Kedua+Ketiga.jpg