Google Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Selasa, 19 Oktober 2010

Hukum Waris Adat

1.Pembagian dalam Hukum Waris Adat pada sistem Patrilineal yang mencari nafkah adalah istri sendiri, sementara yang berhak atas harta itu adalah suami. Dimanakah letak keadilannya? Padahal tujuan hukum adalah untuk menciptakan keadilan.

Sistem patrilineal merupakan sistem keturunan yang ditarik dari garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita didalam pewarisan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa tidak adil untuk pembagian harta pencaharian hasil istri sendiri, karna pada dasarnya bagi masyarakat adat yang menganut sistem patrilineal ini hal tersebut sudah dikatakan adil. Disini hukum tidak mempersulit masyarakatnya, apabila dengan hukum adat ada keluarga yang merasa tidak adil tentunya dapat dimusyawarahkan dengan anggota keluarga yang lain karna bisa digunakan juga hukum waris barat atau dengan hukum waris Islam untuk masyarakat yang beragama Islam.
Janda bukan merupakan ahli waris dalam hukum adat
Pada umumnya di Indonesia apabila pewaris wafat meninggalkan istri dan anak-anak, maka harta warisan, terutama harta bersama suami istri yang didapat sebagai harta pencaharian selama perkawinan dapat dikuasai oleh janda almarhum pewaris untuk kepentingan berkelanjutan hidup anak-anak dan janda yang ditinggalkan.
Pada intinya dimasyarakat patrilineal, matrilineal, maupun parental ini hampir sama, yaitu janda bisa menjadi penguasa harta warisan suaminya yang telah wafat. Disini janda memang bukan merupakan ahli waris, karna sudah ada pembagian yang sudah diatur dalam sistem tersebut. Janda hanya memiliki hak untuk menguasai dan menikmati harta warisan selama hidupnya. Akan tetapi, apabila janda tersebut sudah tua dan anak-anaknya sudah dewasa dan sudah berumah tangga, maka harta tersebut akan dialihkan kepada anak-anaknya.

2.Dalam hukum waris adat tidak mengenal asaz Legitieme Portie, lalu bagaimana pembagiannya?

Pembagian hukum waris adat dengan hukum waris barat berbeda. Disini hukum waris barart mengenal adanya azas Legitieme Portie, yaitu bagian minimum dari warisan yang dijamin oleh undang-undang sebagai ahli waris tertentu.
Sedangkan untuk pembagian dalam hukum waris adat tidak mengenal azas Legitieme Portie. Pembagiannya sebagai berikut:
I. Sistem Patrilineal
i. Istri sebagai pewaris: tidak ada ahli waris
ii. Suami sebagai pewaris: ahli warisnya anak laki-laki, tetapi pada daerah tertentu yang ahli warisnya adalah anak tertua (Bali, Lampung yang beradat kepadaan, Teluk Yosudarso, dan Jayapura).
II. Sistem Matrilineal
i. Istri sebagai pewaris: ahli warisnya anak perempuan
ii. Suami sebagai pewaris: ahli warisnya saudara perempuan suami
III. Sistem Parental atau Bilateral
i. Istri sebagai pewaris: ahli warisnya anak laki-laki dan anak perempuan
ii. Suami sebagai pewaris: ahli warisnya anak laki-laki dan anak perempuan
iii. Pengkhususan
a.Untuk daerah Gresik, Madura, Tuban apabila yang menjadi pewaris istri atau suami, maka ahli warisnya anak laki-laki : anak perempuan= 2 : 1
b.Untuk daerah Sidoarjo dan Malang, ahli warisnya anak laki-laki : anak perempuan= 1 : 1
c.Untuk daerah Jawa apabila yang menjadi pewaris suami, maka yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki, dan apabila yang menjadi ahli waris istri, maka yang menjadi ahli waris adalah anak perempuan.

3.Contoh konkrit tentang hak kebendaan.

Hak kebendaan merupakan harta warisan, apabila pewaris tidak meninggalkan harta warisan bewujud benda, tetapi kemungkinan harta warisan tidak berwujud benda. Disini biasanya berupa hak-hak kebendaan, seperti hak pakai, hak tagihan (hutang piutang) dan atau hak-hak lainnya. Sesuai dengan sistem yang ada, hak-hak kebendaan yang terbagi-bagi pewarisnya dan ada yang tidak terbagi-bagi. Hak pakai dimungkinkan terhadap harta warisan yang seharusnya dibagi-bagi kepada waris tetapi karna keadaannya tidak atau belum terbagi.

4.Bagaimana pewarisan dari perkawinan yang berbeda sistem keturunan?

Apabila terjadi perkawinan antara sistem keturunan yang satu dan yang lain dapat berlaku campuran atau berganti-ganti diantara sistem patrilineal dan matrilineal alternerend. Akan tetapi, sebenarnya hal tersebut dapat dilakukan secara musyawarah dalam keluarga karna pada dasarnya pembagian warisan tidak hanya dapat ditempuh dengan hukum waris adat.

5.Bagaimana proses pewarisan atau pembagian harta waris menurut hukum waris adat, hukum waris Islam, hukum waris barat?

Proses pewarisan menurut hukum waris adat, dikala pewaris masih hidup dapat berjalan dengan cara penerusan atau pengalihan, penunjukan dan atau dengan cara berpesan, berwasiat, beramanat. Ketika pewaris telah wafat berlaku penguasaan yang dilakukan oleh anak tertentu, oleh anggota keluarga atau kepala kerabat, sedangkan cara pembagian dapat berlaku pembagian ditangguhkan. Hukum waris adat tidak mengenal cara pembagian dengan perhitungan matematika, tetapi didasarkan atas pertimbangan mengingat wujud benda dan kebutuhan waris bersangkutan.
Agama Islam menggariskan maksud dan tujuan pewarisan tidak saja untuk kepentingan kehidupan individual para ahli waris tetapi juga berfungsi sosial untuk memperhatikan kepentingan anggota kerabat, tetangga yang yatim dan miskin. Proses pewarisan dalam hukum Islam sudah ditentukan dalam Al-Quran dan juga telah dicantumkan dalam kompilasi hukum Islam. Jadi proses pewarisan dalam hukum islam dapat dilakuakn berdasarkan ketentuan Al-Quran dan kompilasi hukum Islam atau dengan wasiat secara tertulis ataupun lisan.
Dalam hukum waris barat/BW cara pewarisan berdasarkan ab intetato dan testament, cara mewaris dalam ab intestato bedasarkan undang-undang, yaitu mewaris karna haknya, kedudukannya sendiri dan karna penggantian tempat. Sedangkan pewaris yang berdasarkan testament, yaitu pewarisan berdasarkan suatu akta yang memuat pernyuataan seseorang tentang apa yang dikhendaki agar terjadi setelah ia meninggal dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali. Jadi proses pewarisan dalam hukum waris barat atau BW dapat didasarkan pada ketentuan yang telah diatur dalam BW atau dengan wasiat yang dituangkan dalam surat wasiat.