Google Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minggu, 21 Februari 2010

Diam



Diam

Di dalam diam itu kita bisa berbicara dengan hati. Hati itu merupakan teleskop dari jiwa, sedangkan mata merupakan teleskop dari hati. Kita sering mempertunjukkan kekerdilan diri karena tidak mau diam.

Apakah tidak ada lagi topik yang lebih menarik untuk dibicarakan disaat kita berkumpul dalam kehangatan yang didalamnya hanya membicarakan tentang perbuatan orang lain yang tidak perlu dibahas dalam kehangatan tersebut.

Ketika kita mencoba untuk membicarakan orang, ketika kita bergunjing tentang kesalahan orang, mencela dan menghakimi atas perbuatan orang. Sedangkan kita tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang tersebut, karena suatu perbuatan akan ditanggung sendiri bagi yang berbuat dan kita tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. Daripada membicarakan, bergunjing, mencela dan menghakimi atas kesalahan orang lain, kenapa tidak diam dan menikmati setiap helai nafas yang kita hirup dan hembuskan sambil memupuk rasa kebijaksanaan dalam diri kita dan menikmati kebajikan yang kita lakukan.

Dimana cerita nenek moyang kita yang bercerita tentang negeri Indonesia yang kaya raya, yang masyarakatnya dikenal ramah dan tamah. Yang ternyata hanya bisa mencela, bergunjing, mencuri, meneror, merusak, anarkis, korupsi, membunuh, menikan satu sama lain hanya untuk dirinya sendiri, hanya untuk mencari ketenaran atas dirinya sendiri, untuk memperkaya dirinya sendiri, tanpa memikirkan akibat yang diterima oleh orang lain, kerugian atau tanggungan yang diterima oleh orang lain. Dimana arti dari kata kaya raya dan ramah tamah yang ada pada negara kita Indonesia yang ada pada diri kita bangsa Indonesia. Kenapa tidak hanya diam dan mensyukuri apa yang ada, apa memang karena sifat manusia itu sendiri yang tidak pernah merasa puas.

Bukan untuk berdiskusi menyelesaikan suatu masalah untuk menemukan suatu titik terang, tetapi hanya mencela dan menghakimi. Hanya untuk lebih memojokan manusia kepada ketidakpedulian.

Diam merupakan suatu cara bagi orang bodoh untuk menutupi kebodohannya, dan orang pintar tidak akan berbicara disituasi dan kondisi yang tidak semestinya dia berbicara dengan berbagai teori hanya untuk menunjukan kesombongannya sehingga mencerminkan dirinya seperti orang bodoh bila dia tidak tahu akan makna dari diam. Diam adalah emas, saat emosi dan marah sedang memuncak, dengan diam semua masalah yang pelik akan mudah terpecahkan tanpa harus dengan emosi dan marah.

Lidah itu lebih tajam dari pada pisau, lidah dapat menghancurkan apa saja, teman, keluarga, sahabat, bahkan besi atau rasa yang pahit sekaliun. Diam adalah emas dalam upaya mendewasakan diri untuk bebicara yang baik dan benar.

Diam merupakan kebijaksanaan, namun sedikit sekali orang yang melakukannya. Bicara yang baik atau diam!!!.

Jika kita berbicara dan menyebabkan kerugian besar sebongkah emas, maka diam adalah emas. Diam yang bernilai emas adalah diam yang diletakkan pada saat yang tepat. Tetapi jika kita seharusnya berbicara yang bernilai emas, yang mencegah terjadinya kerugian besar, maka diam adalah pengingkaran tugas yang merugikan. Diam yang seperti itu adalah penelantaran tanggung jawab. (Mario Teguh)